Senin, 22 September 2025

MENGENAL LAKSAMANA KEUMALAHAYATI

Keumalahayati dan Armada Inong Balee: Kekuatan Laut Aceh Abad ke-16


Oleh: Syahrul Ramadhan, S.Pd.I., Gr
(Guru SKI pada MAS Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya)

Sejarah Indonesia mencatat banyak kisah heroik dari para pahlawan yang berjuang mempertahankan tanah air. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa Nusantara pernah memiliki seorang laksamana perempuan yang memimpin armada perang laut. Dialah Laksamana Keumalahayati, pejuang tangguh dari Aceh pada abad ke-16. Ia bukan hanya simbol keberanian perempuan, tetapi juga lambang kejayaan Kesultanan Aceh dalam menguasai perairan strategis Selat Malaka.

Rabu, 17 September 2025

Dari Rimba Aceh untuk Dunia: Radio yang Menegakkan Kemerdekaan

Radio Rimba Raya

Oleh: Syahrul Ramadhan, S.Pd.I., Gr
(Guru SKI pada MAS Kuala Batee Kab. Aceh Barat Daya)

1. Sejarah dan Latar Belakang

Radio Rimba Raya lahir pada tahun 1948, tepatnya di tengah situasi genting Agresi Militer Belanda II. Setelah Belanda berhasil menduduki Yogyakarta—ibu kota Republik Indonesia kala itu—mereka berupaya menyebarkan propaganda ke dunia internasional bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi sebagai negara merdeka. Kondisi ini menimbulkan kebingungan dan ancaman bagi keberlangsungan Republik.

Rabu, 25 September 2024

SUNNI & WAHABI-MENCARI TITIK TEMU DAN SETERU

Mayoritas umat Islam dengan keberagaman pemahaman, keyakinan dan ritual keislamannya mengklaim dan berharap mereka adalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah (Sunni, Aswaja). Klaim Sunni tumbuh dari ekspresi pemahaman yang meyakini bahwa di akhir zaman umat Islam terpecah-pecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) aliran. Satu di antara aliran itu yang selamat, kelak masuk surga, yakni Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah. Sejak istilah Sunnah muncul dan dipahami berbeda apalagi ada yang merasa yakin dirinya termasuk ahlu sunnah wa jama’ah atau orang yang telah menemukan kebenaran teologis-agama. Maka, di sinilah awal muncul arogansi yang mudah memvonis “sesat” atau “kafir” tatkala berbeda sudut pandang. Padahal, vonis kafir (sesat) dan klaim diri sebagai yang paling benar adalah kesesatan menurut al-Qur’an.

Siapa saja yang dapat disebut dengan Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah, yang merasa dirinya sebagai Sunni sehingga dengan mudah mengklaim sebagai pemilik otoritas kebenaran?

Buku ini sangat layak untuk dibaca, sangat penting bagi semua pihak untuk membacanya, ketika melihat dinamika pemikiran teologis Islam yang akhir-akhir ini marak terjadi di tengah umat, mengenai siapa yang dimaksud dengan klaim Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah (Sunni, Aswaja). Apakah mereka yang disebut Wahabi yang memiliki corak pikir “sederhana” dengan memperlakukan wahyu “apa adanya” tanpa melakukan interpretatif layaknya mayoritas kaum Salaf (generasi awal Islam) yang patut dan layak menggunakan klaim gelar tersebut, ataukah kelompok yang datang belakangan (khalaf) yang corak pemikirannya sudah bercampur dengan ilmu kalam?

Berikut kami cantumkan sebuah buku yang sangat menarik untuk dibaca/dikaji terkait dengan Sunni & Wahabi, selamat membaca, semoga bermanfaat.

NIAT SHALAT

Niat adanya di dalam hati, kalau lafaz diucapkan, niat itu seperti kita akan melakukan sesuatu yang sudah direncanakan, kalau lafaz mengucapkan sesuatu yang akan kita lakukan.

Kalangan al-Malikiyyah mendefinisikan niat sebagai suatu tujuan dari suatu perbuatan yang hendak dilakukan oleh seorang manusia. Dan dengan makna ini, maka niat muncul sebelum perbuatan itu sendiri. Sedangkan kalangan asy-Syafi’iyyah mendefinisikan niat sebagai suatu tujuan dari suatu perbuatan yang muncul bersamaan dengan perbuatan tersebut.

Para ulama pada umumnya sepakat bahwa letak niat di dalam hati dan bukan di lisan. Tidak ada satu pun dari para ulama 4 mazhab yang menyebutkan bahwa niat itu adalah melafazkan suatu teks tertentu di lisan. Imam an-Nawawi menyatakan bahwa telah berlaku Ijma’ bahwa tempat niat adalah hati. Atas dasar ini, para ulama sepakat bahwa orang yang melafazkan niat suatu ibadah seperti shalat misalnya, tetapi di hatinya sama sekali tidak berniat untuk shalat, maka apa yang diucapkannya itu sama sekali bukan niat. Demikian pula jika apa yang dilafazkan lidah, ternyata tidak sesuai dengan yang ada di dalam hati sebagai maksud dan tujuan, apakah karena salah, tidak sengaja atau lupa, maka yang menjadi pegangan adalah apa yang terbersit di dalam hati. Dan bukan apa yang diucapkan lidah. Sebab niat itu adalah aktivitas hati.

Jumhur Ulama sepakat bahwa niat merupakan syarat atau rukun shalat, dan letak niat adalah di dalam hati. Kesimpulan para ulama bahwa niat itu di dalam hati, memiliki dua konsekuensi: (1) Tidak cukup hanya membaca niat di lisan tanpa menghadirkannya dalam hati. Jika ada perbedaan antara yang diniatkan dalam hati dan yang diucapkan lisan, maka yang dihitung adalah apa yang di dalam hati. (2) Bahwa tidak disyaratkan harus mengucapkan niat/melafazkan niat dalam semua ibadah. Sebab, lagi-lagi tempat utama niat itu adalah di dalam hati, bukan lisan. Jika seseorang mengerjakan satu ibadah dan sudah meniatkannya dalam hati, maka sudah sah ibadah tersebut meski ia tidak melafazkan niatnya melalui lisan.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa niat sebagai syarat atau rukun ibadah letaknya ada di dalam hati, dan bukan lisan. Atas dasar ini, mayoritas ulama sepakat bahwa tidak disyaratkan untuk sahnya niat dengan cara dilafazkan. Kecuali satu pendapat di internal mazhab Syafi’i yang mengatakan bahwa melafazkan niat adalah syarat sah niat. Hanya saja, imam an-Nawawi menegaskan bahwa itu merupakan pendapat yang syaz (tidak diakui).

Waktu Niat dalam Shalat

Dalam Tuntunan Shalat Lima Waktu yang telah ditanfidz Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2015 menerangkan bahwa tidak ada tuntunan melafazkan (mengucapkan) niat dari Nabi saw dan beliau tidak pernah diriwayatkan melafazkannya.

Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai waktu melakukan niat. Fukaha Hanafiah, Malikiah dan Hanabilah menyatakan bahwa niat dapat dilakukan mendahului takbiratul ihram. Sementara itu fukaha Syafi’i menyatakan niat wajib bersamaan dengan takbiratul ihram.

 

Pendapat jumhur (pendapat pertama) lebih dikuatkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah karena di antara hikmah niat itu adalah agar orang melakukan suatu ibadah adalah secara sadar dan tidak melakukannya secara tiba-tiba. Lagi pula dalam ibadah seperti puasa niatnya dilakukan sebelum melaksanakan puasa itu.

Berikut kami kutip beberapa hal/perkara terkait dengan niat shalat dari berbagai sumber termasuk dari Kitab Arab Melayu mulai dari teknis atau tata cara berniat sampai teks lafaz-lafaz niat. Selamat membaca, semoga bermanfaat.


Tata Cara Niat Shalat dikutip dari Kitab Arab Melayu dan dari berbagai sumber, sebagai khazanah keilmuan oleh para ulama terkait dengan masalah niat.

Selasa, 24 September 2024

BACAAN SHALAT-BUKU PEGANGAN SANTRI

Berikut kami kutip bacaan shalat dari Buku Kumpulan Materi Hafalan dan Terjemahnya yang ditulis oleh KH. As'ad Humam, penerbit Balai Litbang LPTQ Nasional Team Tadarus "AMM" Yogyakarta, yang merupakan buku pegangan setiap santri TKQ,TPQ, dan TQA. Buku ini juga dapat dipakai pada pengajian-pengajian untuk kalangan dewasa/orang tua, jama'ah pengajian di masjid-masjid maupun di mushalla-mushalla. Semoga bermanfaat, dan mendapat amal jariyah di sisi Allah SWT bagi penulisnya dan bagi semua orang yang menyebarkan ajaran Islam ini, aamiin yaa rabbal'aalamiin.

Bagi yang membutuhkan silahkan klik UNDUH.

Selasa, 23 Juli 2024

TAHLILAN DAN SELAMATAN MENURUT MAZHAB SYAFI'I

Tahlilan merupakan kegiatan membaca serangkaian ayat-ayat Al-Qur’an dan kalimat thayyibah (tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir), dimana pahala bacaan tersebut dihadiahkan untuk para arwah (mayit) yang disebutkan oleh pembaca atau oleh pemilik hajat. Tahlilan biasanya dilaksanakan pada hari-hari tertentu, seperti tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, hari ke-40, ke-100, atau ke-1000-nya.