Rabu, 25 September 2024

NIAT SHALAT

Niat adanya di dalam hati, kalau lafaz diucapkan, niat itu seperti kita akan melakukan sesuatu yang sudah direncanakan, kalau lafaz mengucapkan sesuatu yang akan kita lakukan.

Kalangan al-Malikiyyah mendefinisikan niat sebagai suatu tujuan dari suatu perbuatan yang hendak dilakukan oleh seorang manusia. Dan dengan makna ini, maka niat muncul sebelum perbuatan itu sendiri. Sedangkan kalangan asy-Syafi’iyyah mendefinisikan niat sebagai suatu tujuan dari suatu perbuatan yang muncul bersamaan dengan perbuatan tersebut.

Para ulama pada umumnya sepakat bahwa letak niat di dalam hati dan bukan di lisan. Tidak ada satu pun dari para ulama 4 mazhab yang menyebutkan bahwa niat itu adalah melafazkan suatu teks tertentu di lisan. Imam an-Nawawi menyatakan bahwa telah berlaku Ijma’ bahwa tempat niat adalah hati. Atas dasar ini, para ulama sepakat bahwa orang yang melafazkan niat suatu ibadah seperti shalat misalnya, tetapi di hatinya sama sekali tidak berniat untuk shalat, maka apa yang diucapkannya itu sama sekali bukan niat. Demikian pula jika apa yang dilafazkan lidah, ternyata tidak sesuai dengan yang ada di dalam hati sebagai maksud dan tujuan, apakah karena salah, tidak sengaja atau lupa, maka yang menjadi pegangan adalah apa yang terbersit di dalam hati. Dan bukan apa yang diucapkan lidah. Sebab niat itu adalah aktivitas hati.

Jumhur Ulama sepakat bahwa niat merupakan syarat atau rukun shalat, dan letak niat adalah di dalam hati. Kesimpulan para ulama bahwa niat itu di dalam hati, memiliki dua konsekuensi: (1) Tidak cukup hanya membaca niat di lisan tanpa menghadirkannya dalam hati. Jika ada perbedaan antara yang diniatkan dalam hati dan yang diucapkan lisan, maka yang dihitung adalah apa yang di dalam hati. (2) Bahwa tidak disyaratkan harus mengucapkan niat/melafazkan niat dalam semua ibadah. Sebab, lagi-lagi tempat utama niat itu adalah di dalam hati, bukan lisan. Jika seseorang mengerjakan satu ibadah dan sudah meniatkannya dalam hati, maka sudah sah ibadah tersebut meski ia tidak melafazkan niatnya melalui lisan.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa niat sebagai syarat atau rukun ibadah letaknya ada di dalam hati, dan bukan lisan. Atas dasar ini, mayoritas ulama sepakat bahwa tidak disyaratkan untuk sahnya niat dengan cara dilafazkan. Kecuali satu pendapat di internal mazhab Syafi’i yang mengatakan bahwa melafazkan niat adalah syarat sah niat. Hanya saja, imam an-Nawawi menegaskan bahwa itu merupakan pendapat yang syaz (tidak diakui).

Waktu Niat dalam Shalat

Dalam Tuntunan Shalat Lima Waktu yang telah ditanfidz Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2015 menerangkan bahwa tidak ada tuntunan melafazkan (mengucapkan) niat dari Nabi saw dan beliau tidak pernah diriwayatkan melafazkannya.

Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai waktu melakukan niat. Fukaha Hanafiah, Malikiah dan Hanabilah menyatakan bahwa niat dapat dilakukan mendahului takbiratul ihram. Sementara itu fukaha Syafi’i menyatakan niat wajib bersamaan dengan takbiratul ihram.

 

Pendapat jumhur (pendapat pertama) lebih dikuatkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah karena di antara hikmah niat itu adalah agar orang melakukan suatu ibadah adalah secara sadar dan tidak melakukannya secara tiba-tiba. Lagi pula dalam ibadah seperti puasa niatnya dilakukan sebelum melaksanakan puasa itu.

Berikut kami kutip beberapa hal/perkara terkait dengan niat shalat dari berbagai sumber termasuk dari Kitab Arab Melayu mulai dari teknis atau tata cara berniat sampai teks lafaz-lafaz niat. Selamat membaca, semoga bermanfaat.


Tata Cara Niat Shalat dikutip dari Kitab Arab Melayu dan dari berbagai sumber, sebagai khazanah keilmuan oleh para ulama terkait dengan masalah niat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar yang Anda berikan, akan menjadi masukan dan akan ditinjau untuk perbaikan selanjutnya.